Senin, 09 Juni 2008


Ketika Rindu Direntangkan

Kita sering merasa rindu. Rindu kekasih, rindu kampung halaman, atau rindu makanan tertentu. Perasaan rindu berkaitan dengan cinta, cinta bukan dalam arti sebuah tindakan, melainkan alam perasaan. Merentangkan rindu adalah mengulur jarak dan waktu untuk tidak bertemu, adalah upaya untuk menjaga agar keindahan perasaan selama penantian semakin menggelora, adalah memunajati hati yang kesepian. Merentangkan rindu adalah sebuah kebijaksanaan hidup untuk mengembangkan cinta dan kasih sayang.

Rindu adalah nilai afektif. Alam perasaan yang paling indah, bahkan melebihi cinta. Dalam cinta kita dihadapkan dengan hal yang agung, dalam rindu kita bertatapan dengan hal yang indah. Ia bisa mentransmutasikan diri menjadi simbol-simbol keagungan alam semesta. Ia mentransendenkan cinta menjadi embun pagi, dan menjadi matahari di dada kita, dan menjadi rembulan di jantung kita, dan menjadi bintang di hati kita.

Betapa rindu mampu menjadi stimulus bagi hadirnya energi kateksis. Energi untuk meneguhkan setiap keadaan yang merisaukan. Dari keraguan, kesangsian, sampai kekhawatiran melangkah, akan terinci dengan sendirinya. Dari sanalah kesadaran akan waktu menjadi subtil. Seperti tidur yang meninggalkan jejak mimpi indah. Kearifanpun muncul manakala kerinduan telah sampai pada rasa ketakjuban, manakala kita menemukan cinta diantara keraguan.

Itu semua adalah titik tolak ejawantah segala yang bersifat rahasia, melalui transmutasi diri. Hakikat rindu adalah cermin suatu kesadaran, kesadaran akan perlunya mengejawantahkan perasaan ke pelbagai pencapaian spiritualitas. Tak ada yang mengingkari bahwa kerinduan diperlukan di setiap saat, dan si segala keadaan. Ini merupakan sebuah proses pengupayaan meluapkan daya-daya luhur dari cipta, rasa, dan karsa. Kemajemukan menjadi tunggal, dan ketunggalan menjadi penuh warna dan rona. Bermula dari “sinom pradopo”, hijaunya pupus daun menyongsong cahaya matahari, sampai “nawang wulan”, keanekaan warna bunga menyongsong cahaya seribu bulan. Hikmah dari itu semua adalah hidup kita tak hanya penuh warna, tetapi juga penuh makna. Dengan kedaulatan alam, rindu mampu mengubah cinta menjadi hujan, dan menjadi sungai di dada kita, dan menjadi hutan di jantung kita, dan menjadi danau di hati kita. Dengannya pula, rindu telah menjelmakan cinta menjadi cakrawala, dan menjadi laut di dada kita, dan menjadi langit di jantung kita, dan menjadi pelangi di hati kita.

Rindu telah memanunggalkan kita dengan keagungan dan keindahan alam semesta.

Tidak ada komentar: