Ziarah
Kita sering berkunjung ke makam leluhur. Orang jawa mengatakan nyekar, mengirim doa sambil menyebarkan bunga di atas batu nisan leluhur. Tapi itu pewarisan tradisi yang keliru. Nyekar adalah bahasa krama inggil dari kata nembang. Maksudnya adalah ketika seorang anak menginjak dewasa maka sang ayah harus mulai mengajarkan nyekar atau nembang macapat dan biasanya dimulai dengan tembang Sinom. Dan syair yang diajarkan adalah sebagai berikut:
Nuladha laku utama, Tumraping wong tanah Jawi, Wong Agung ing Ngeksiganda, Panembahan Senapati, Kepati amarsudi, Sudaning hawa lan nefsu, Pinesu tapa brata, Tanapi ing siyang ratri, Amemangun karyenak, Tyasing sesami.
Contohlah perilaku yang utama, bagi orang di tanah Jawa. Manusia luhur di Jogyakarta, Panembahan Senapati. Ia sungguh-sungguh berupaya, mengurangi hawa nafsu, dengan cara memaksa melalui laku tapa, di siang maupun malam hari, segala perilakunya hanya untuk membuat hati orang lain merasa nyaman.
Dengan demikian ziarah lalu merupakan sebuah awal seseorang mulai masuk ke dalam dunia batinnya. Sebab selama kecil sampai menginjak dewasa, seorang anak barulah menggiring dari tepi lahir ke pusat batin, setelah dewasa maka ia harus mulai mengolah pusat batinnya. Memulai awal pencarian Banyu Suci Perwitasari sebagai proses menemukan asal-usul diri pribadinya. Ziarah ini ditujukan untuk sampai kepada pemahaman keilmuan, yaitu ilmu kesempurnaan hidup, yang akan diakhiri oleh kematian ragawi menuju hidup abadi, agar selama hidupnya di dunia ia selalu dermawan dan budiwan serta satunya kata dengan perbuatan.
Pada gulangen ing kalbu, Ing sasmita amrih lantip, Aja pijer mangan nendra, Kaprawiran den kaesti, Pesunen sariranira, Cegahen dahar lan guling.
Latihlah selalu hatimu, agar batin dan hati nuranimu menjadi tajam, sengan hanya makan dan tidur, kemenangan harus diwujudkan, paksalah badan kasarmu, dengan cara mengurangi makan dan tidur.
Kasanah kebudayaan Jawa menawarkan pendekatan esoterik bagi warga yang ingin mencapai kesempurnaan hidup. ziarah adalah hal yang dilakukan minimal setahun dua kali, saat sebelum puasa, dan pada hari selikuran. Anak-anak kecil laki dan perempuan, setelah selesai tarawih biasanya berduyun-duyun berjalan sekitar 5 kilometer untuk mendatangi sebuah sumur beji yang meski di musim kemarau tak pernah kering. Kasiat air sumur beji tersebut bak air zam-zam. Maknanya adalah bahwa apa yang diinginkan manusia Jawa bisa saja mendekatinya, karena ia telah sampai kepada tataran melik, melek, melok, seraya memahami betul pandam, pandom, dan panduming dumadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar