Kamis, 05 Juni 2008



Raihlah Dirimu

Kata ini kedengaran tak sedap, tak puitis, tak plastis, bahkan bisa memiliki berbagai arti. Mengapa kita perlu meraih diri. Karena secara tak sadar selama ini kita telah tercebur ke dalam kubangan lumpur ketakmaknaan.

Hampir 80% waktu kita untuk menyelesaikan hal-hal yang mendesak dan penting, atau yang mendesak tapi tak penting, atau bahkan yang tidak mendesak dan tidak penting, yang remeh temeh. Sedangkan hal yang penting tapi tidak mendesak hanya kita alokasikan waktu 20%, padalah itu yang terpenting. Artinya bahwa selama ini kita telah tercebur mengatasi masalah yang banyak tetapi remeh-temeh. Padahal mestinya waktu, energi, dan pikiran kita seharusnya kita gunakan untuk memecahkan hal yang sedikit tetapi menentukan. Yaitu mengerjakan hal yang penting tapi tidak mendesak.

Hal itu berupa mengembangkan visi. Sebab cita-cita, tujuan dan pandangan ke depan kalau tidak ketinggalan jaman ya tidak lagi relevan. Aja melik nggendong lali, den eling lawan waspada. Kalau sudah berhasil jangan lupa diri, melainkan harus tetap ingat dan waspada. Artinya kita perlu melakukan rekayasa ulang terhadap visi kita, sebab jangan-jangan sudah tidak sesuai lagi dengan jaman.

Kini kita memasuki jaman globalisasi. Globalisasi adalah anak jaman yang terpaksa lahir karena adanya ketegangan antara teknologi, ekonomi, dan kebudayaan. Ilmu pengetahuanlah yang melahirkan teknologi. Teknologi melahirkan industrialisasi sebagai cara-cara manusia berekonomi, dan ekonomi telah membuat manusia teralienasi dari cita-cita luhurnya dari makhluk mulia menjadi homo homini lupus, yaitu keadaan dimana setiap orang memandang yang lain sebagai ancaman, atau bahkan sebagai perang semua lawan semua, bellum omnium contra omnes. Ketegangan antara ekonomi, teknologi dan kebudayaan telah melahirkan peperangan baik lahiriah maupun batiniah.

Masyarakat kita adalah masyarakat agraris yang komunitarian, dan sebagai bangsa, kita adalah bangsa bahari. Tapi kebudayaan kita sudah terlalu lama berhenti di daratan. Untuk mengurai ketegangan itu, kita perlukan sebuah gerakan kontra-modernitas sebagai fajar dimulainya tesis baru, yaitu seperti anjuran Ranggowarsito, kita harus mulai hanawu segara, nyinom pradopo, dan hanyokrokusumo.

Tidak ada komentar: