Kamis, 20 November 2008

Leo Kristi Konser



“Leo ah Leo, Semakin Transendentalkah Engkau?

SOEDARSONO ESTHU SA’TJIPTORAHARDJO
soedarsono.esthu@merdeka.co.id

Awan gelap menaungi Jakarta sore itu. Sabtu 15 November 2008, merupakan sebuah hari upacara yang penuh semangat bagi Pencinta Leo Kristi. Meski Konser Leo Kristi diadakan siang hari bolong (dari jam 14.00-16.30), toh dihadiri oleh sekitar 250 pencintanya: muda, tua.

Sekitar 35 lagu-lagu patriotik itu membahana dinyanyikan Leo Imam Soekarno yang kadang didampingi dua vokalis, Ryan Sendangsari (Jakarta) dan Cecilia Francisca (penyanyi Leo dalam album Diapenta Anak Merdeka). Saking semangatnya, kadang Leo terdiam, dan pencintanya secara serempak melantunkan nyanyiannya dengan keras. Ia hanya tersenyum-senyum.

Leo Kristi, khusus didatangkan oleh General and Sales Marketing Lavande Residence, Roberto Gani. "Penggemar Leo Kristi adalah `orang-orang gila`, Leo belum naik ke atas pentas pun rohnya seperti sudah hadir di situ", ujar Setyadi salah seorang penggemar berat Leo. Mereka ada yang sengaja datang dari Bandung, Surabaya, Tasikmalaya, Balikpapan bahkan dari Australia.

Leo adalah Leo, seorang virtuos sejati yang selalu mampu membingkai dirinya sendiri. Dia adalah wahyu dari alam semesta yang hadir untuk mendendangkan mazmur dan kidung tentang kemerdekaan, cinta dan empati, dan hasrat mencari ungkapan artistik yang selalu menggelegak. Alih-alih Leo adalah Leo yang selalu hilang dan datang sesuka hatinya. Seperti Umbu Landu Paranggi, Presiden Penyair Malioboro kala itu, juga Ragil Suwarno Pragola Pati yang suka jail, yang hilang dan sampai kini belum kembali. Ini adalah ciri-ciri sufistik para Penempuh Jalan Spiritual. Tak menghiraukan keadaan di sekitarnya. Yang digarap hanya bagaimana ia menggenggam dunianya.

Leo ternyata tetap muda

Leo masih tetap muda, energi kateksisnya masih begitu sempurna. Semakin tua, ia semakin mampu berkomunikasi dengan pencintanya, meski tak sempurna betul, toh kadang-kadang sarat dengan suspense. Kembara jiwanya membuat ia selalu hadir seperti Burung Cenderawasih. Tiba-tiba hadir, tiba-tiba menghilang lagi, dan sulit untuk ditemui. Pertanyaannya, mengapa musik Leo bisa menghipnotis para pencintanya?

Bentuk seni yang paling cocok untuk mencapai pembebasan estetis adalah musik. Musik adalah proyeksi dari kehendak sendiri. Musik adalah sebuah perwujudan dari hakikat semesta. Melalui musik kehendak ini berbicara sehingga kita diangkat dari dunia maya. Musik adalah “wahyu” dari kehendak, kehendak yang berbicara melalui alam, dan melalui musik kita mendengar rahasia dunia batin manusia.

Rahasia batin adalah sebuah suara yang hadir dari ruang bawah sadar. Dengan sebuah stimuli, ia akan hadir sebagai pengalaman estetis yang sublim. Pengalaman estetis ini adalah sebuah corak rancangbangun untuk membersihkan ruang batin dengan pancaran spiritualitas dari sang trubador. Bukankah Rumi juga telah memberikan warna dan nada bagi ruang-ruang jiwa pencintanya? Leo memang belum seagung Rumi, tetapi setidaknya ia boleh disebut secercah cahaya yang selalu hadir di hati pencintanya. Syair-syair Leo selalu sarat dengan bahasa cinta. Tak ada hujatan di sana! Kehadirannya selalu membawa secercah!

Tidak ada komentar: