Senin, 23 Februari 2009

Politik Kebangsaan


Jatuhnya Orde Baru pada tahun 1998 menyadarkan kita bahwa usia Republik Indonesia yang dibangun oleh para founding fathers tidaklah memberi jaminan bagi masa depan bangsa ini. Satu diantara tiga kemandirian yang akan membentuk kerangka spirit kehidupan Indonesia mengalami peluruhan secara drastis. Politik menjadi carut-marut tanpa pemaknaan yang mendasar pada tataran implementasi. Politik Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini mengalami pembiasan yang menimbulkan ketidakpercayaan sekaligus kegagalan dalam proses pelahiran pemimpin bangsa.

Pemaknaan bahwa politik hanyalah sebuah kekuasaan yang mesti diperebutkan dengan cara apa saja melalui struktur-struktur kekuasaan telah menghilangkan arti penting politik yang sesungguhnya. Padahal, kekuasaan dalam struktur-struktur kelembagaan hanyalah sarana untuk mencapai tujuan negara yang lebih luas, yaitu bagaimana rakyat secara wajar dan adil dapat hidup dalam kebersamaan yang penuh keharmonisan diatas ragam perbedaan.

Pembangunan politik Indonesia pada dasarnya adalah untuk melahirkan kepemimpinan nasional yang handal. Dalam arti luas bagaimana pemerintahan secara keseluruhan mampu menjalankan sistem politiknya. Oleh karena itu, rekruitmen politik dapat dilaksanakan melalui mekanisme yang disepakati, bagaimana menyaring seluas-luasnya aspirasi rakyat untuk diagregasi dan diartikulasikan semaksimal mungkin bagi output dan outcomes yang diharapkan.

Sebuah sistem politik yang baik diharapkan mampu melahirkan kepemimpinan yang baik pula. Akan tetapi, bagaimanapun sistem politik yang baik akan sangat ditentukan oleh pengaruh lingkungan yang ada. Indonesia dengan ciri kemajemukan akan sangat menentukan desain kemimpinan macam apa yang diharapkan kedepan. Karena itu, pembangunan politik kebangsaan sesungguhnya bermakna bahwa realitas Indonesia dengan ragam etnisitas membutuhkan kepemimpinan nasional yang mampu mengakomodasi keragaman tadi.

Berkaitan dengan itu, dalam rangka pembangunan politik kebangsaan dewasa ini diperlukan pemahaman mendasar tentang bagaimana sistem politik Indonesia dapat berjalan secara wajar. Syarat pertama dan sederhana yang diperlukan untuk saat ini adalah bagaimana membangun kesadaran rakyat tentang pemimpin ideal sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang diharapkan mampu mengantarkan bangsa ini agar berkehidupan kebangsaan yang bebas, yaitu yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Didasari bahwa kepemimpinan adalah amanah rakyat, karena itu seyogyanya ia dapat dikembalikan kepada rakyat sebagai pemilik dan pemetik manfaat atas semua itu.
Kekuasaan yang lahir dengan sistem keterwakilan bukanlah diperuntukkan bagi kepentingan sekelompok orang. Kekuasaan politik semestinya diperoleh dengan cara yang demokratis dan elegan, dan tidak melalui modus berpolitik yang memalukan. Kepemimpinan adalah milik setiap rakyat yang merasa sebagai warga bangsa, dan bukan lahir dari semak belukar nasionalisme lokal.

Nilai politik yang sebenarnya adalah aspirasi manusia yang paling luhur. Artinya akal budi manusia harus ditempatkan sebagai akal budi objektif yang lebih menekankan tujuan pada dirinya sendiri daripada cara yang dipakai. Teori akal budi objektif tidak bertujuan untuk menemukan sarana-sarana, kemudian mengaturnya demi tercapainya suatu tujuan. Akal budi mengarah pada tujuan dalam dirinya sendiri, yakni pembangunan konsep-konsep tentang idea dari apa yang paling benar dan baik, atau mengenai tujuan hidup manusia.

Tidak ada komentar: